Wednesday, December 2, 2020

Larinya HRS, Bukti Kalau Dia Manusia

 


 


Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan berita soal Habib Rizieq Shihab. Bukan soal pelanggaran protokol kesehatan saat tiba di Tanah Air tapi larinya dia dari Rumah Sakit. Banyak netizen pun berkomentar. Banyak dari mereka menyatakan kekecewaan terhadap aksi HRS yang dinilai terlalu phobia dengan keadaan saat ini. Tapi tidak jarang ada yang membela HRS, pendiri FPI ini dengan sejumlah alasannya. Fenomena ini sedari awal cukup menggelitik akal saya untuk juga berkomentar dengan menggunakan akal sehat biar nanti tidak dibilang Rocky Gerung sebagai orang bodoh. Hehehe...iya saya takut pada mereka yang menyebut diri paling benar dan paling suci seperti HRS walaupun saya tahu saya tidak bodoh-bodoh amat.

Kembali ke topik, larinya HRS harus dibaca beragam tidak hanya sebagai sebuah keunikkan semata tapi lebih dari itu menunjukkan kepada kita (publik) kalau HRS juga manusia. Dia takut untuk tinggal lebih lama lagi di Rumah Sakit apalagi dimasa seperti sekarang. Dirinya tidak mau sakit lagi saat kasusnya kembali diangkat oleh para aparat penegak hukum. Dirinya paham betul bahwa desakan untuk menggulingkan dari singgasana cukup besar. Salah bergerak maka dirinya akan menjadi pesakitan. Dirinya butuh ketenangan dan itu bukan di Rumah kaum pesakitan. Secara psikologis, HRS tahu jika dirinya bertahan maka dirinya bisa bertambah sakit. Sedang di luar sana pengikutnya sedang menanti sabdanya untuk berjuang agar dirinya bebas. HRS sadar tanpanya pengikutnya tidak punya kekuatan apa-apa untuk melawan. Mereka butuh HRS.

Ini HRS bukan kaleng-kaleng.

Tidak hanya itu, dari sisi politik, HRS tahu keberadaannya di luar RS bisa menjadi pematik bagi penggiat politik untuk membantunya dengan segala cara untuk membebaskannya dengan menggunakan kendaraan politik. Kehadiran Gubernur dan Wakil Gubernur DKI beberapa waktu lalu adalah signal kuat adanya setting politik semacam itu.

Apalagi kalau kita berkaca pada realitas politik sebelumnya. Tidak disangkal lagi HRSlah actor dibalik kemenangan Gubernur Anies saat melawan Petahana Ahok saat itu. Bagaimana pun HRS harus diakui punya charisma dalam membentuk opini public khususnya bagi pengikutnya untuk mengalahkan lawannya dengan cara apapun termasuk menjual agama sebagai materi politiknya. Agama baginya adalah senjata ampuh dan mematikan saat bangsa dan Negara ini sedang mengalami krisis identitas. HRS jeli membaca peluang. Dia mampu mengubah panggung agama menjadi panggung politik, walaupun dirinya sendiri tidak terlahir sebagai seorang politisi. Dengan kekuatan yang dimiliki, tidak mengherankan jika dirinya masih bisa mengontrol pengikutnya dari kejauhan. Bahkan di antaranya masih berusaha menyerang Istana untuk memastikan kursi Gubernur junjungan tetap empuk untuk diduduki. Dirinya paham betul saat dirinya menjadi bumber seperti itu, maka suatu saat Gubernur Anies bisa membantunya keluar dari kesulitan yang ia alami termasuk keluar dari masalah hokum yang hingga kini belum kunjung diselesaikan. Dirinya paham sudah saatnya Gubernur Anies dan kolega membayar mahal perjuangannya selama ini. sehingga pertemuan keduanya, diikuti sang Wakil Gubernur sehari sesudahnya adalah bagian dari balas budi tersebut. Pelanggaran protocol adalah bukti paling sahih dan tidak boleh dianggap sebagai sebuah ketidaksengajaan. Wong sudah ada aturannya kok. Malah Gubernur dan Wakil Gubernurnya pun tahu itu, tapi seolah dibiarkan begitu saja. Cuma sangat disayangkan, kalau ulama secerdas HRS bisa lupa kalau Anies tidak sehebat Presiden Jokowi. Dia lupa kalau Jokowi adalah pemain catur professional yang sudah paham akan kemana bidaknya akan diletakkkan. Prabowo yang semula adalah rival digandengnya jadi kawan dalam membangun Indonesia 5 tahun mendatang. Malah kehadiran Prabowo dengan posisi yang sekarang hemat penulis menjadi sebuah kekuatan tersendiri buat Jokowi untuk memastikan NKRI tetap aman dari himpitan ideology lain yang terus merongrong Pancasila. Tidak hanya itu, masyarakat yang selama ini diam melihat tingkah aneh HRS sudah mulai angkat bicara. Malah suara mereka jauh lebih keras dari HRS saat berorasi di depan pendukungnya seperti yang dilakukan Nikita Mirzani beberapa waktu lalu. Sudah begitu, masihkah HRS yakin dirinya bisa selamat untuk kali ini? argh… sudahlah HRS hanyalah manusia biasa yang punya rasa takut. Dirinya sudah kehabisan cara dan amunisi untuk melarikan diri dari kenyataan pelik yang dia alami. Lari dan bersembunyi baginya merupakan cara terbaik saat ini daripada dirinya harus berhadapan dengan hukum yang keukeuh ingin menjebloskannya ke penjara. Kesaktian HRS seolah lenyap seketika. Suaranya yang semula lantang perlahan menjadi pelan. Tidak ada lagi HRS yang dikenal sangar itu. HRS menjadi ciut seketika dan bersembunyi dibalik beringasnya para pengikutnya hingga pemanggilannyapun diupayakan gagal karena penolakan massanya yang katanya mencintainya. Sampai disini kita pun paham bahwa HRS juga manusia yang punya rasa takut. Dia tidak lebih besar dari NKRI. Dia hanya serpihan cerita lain buat generasi kita berikutnya untuk tahu bagaimana sulitnya menjaga persatuan dan kesatuan Bangsa dan Negara ini. Selamat buat HRS karena andalah kami semua jadi tahu bahwa perjuangan paling berat adalah menjaga yang sudah ada bukan memulainya dari awal….

 

Larinya HRS, Bukti Kalau Dia Manusia

    Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan berita soal Habib Rizieq Shihab. Bukan soal pelanggaran protokol kesehatan saat tiba ...