Tuesday, July 21, 2015

Pantai Selatan Flotim, Gambaran Pantai Penuh Eksotika




Pantai selatan sepanjang kawasan Nobo hingga Pantai Oa, Kabupaten Flores Timur, menyimpan keindahan eksotika yang tidak ada duanya. Salah satunya adalah Kawasan pantai desa Lewoawang, Kecamatan Ilebura-Kabupaten Flores Timur yang terletak 45 KM dari arah barat Larantuka, 17 KM arah barat Nobo dan 13 KM arah timur Boru, Ibukota Kecamatan Wulanggitang. Adalah Komunitas Wisata Menulis Kabupaten Flores Timur (KWMFlotim) yang terdiri dari para wartawan, penulis, facebookers dan bloggers berhasil menguak pesona keindahan laut pantai selatan Flotim dalam catatan perjalanan, Sabtu (16/05). Dan tulisan ini, adalah sejumput cerita saya dari sekian banyak cerita yang akan kami (baca: Komunitas Wisata Menulis Flotim) sajikan buat para pembaca semua dari sisi yang kami lihat, kami dengar dan kami rasakan. Sekali lagi, tulisan ini adalah bentuk lain kecintaan kami pada tanah milik Leluhur kami, Bumi Lamaholot tercinta.
Dan pagi itu, deru mesin kendaraan roda dua (baca:sepeda motor) berpacu meninggalkan kota Larantuka yang sehari-hari diliputi dengan hingar bingar kekotaannya, dipadati manusia-manusia pencinta kehidupan, menuju ujung lain kota Larantuka untuk menjelajahi setiap jengkal demi jengkal kehidupan orang pesisir. Sejam perjalanan bukanlah suatu hal yang mudah buat kami para pencari keindahan, jalanan yang dipenuhi kendaraan pulang pergi Maumere-Larantuka ataupun sebaliknya, dihiasi dengan jalan yang meliuk bak ular adalah gambaran betapa susahnya meraih impian atas mimpi kami. Iya..mimpi akan sesuatu yang lain, yang pantas untuk dinikmati setelah sepekan harus berkutat dengan rutinitas dibalik meja dan komputer. Namun semuanya  menjadi menarik saat, kulihat di tepian jalan perempuan-perempuan Lamoholot berjalan menyongsong hari, sembari menenteng dirigen berisi air dan menjunjung bakul di atas kepala yang menandakan pekerjaan akan tanah di negeri ini akan dan sedang dimulai. Mereka berhasil membalikkan tuntutan perempuan dapur menjadi perempuan petani saat jiwaku ini sedang lupa bahwa perempuan Lamholot masih terlalu tangguh atas tanah walaupun mereka harus diperhadapkan dengan realitas mengurus dapur keluarga. Dan alam negeriku, tak bisa kulukiskan lagi, dan tidak mampu kutuliskan dalam catatan ini karena akan membuatku dan para pembaca sekalian menjadi iri terhadap lukisan tangan Sang Pencipta tanpa kata, pantai berpasir hitam di Desa Nurabelen dipadukan dengan indahnya pulau Solor di seberang sana, dan Gua Maria Rossa Mustika Riangbunga yang berlatarkan hamparan laut luas membuat suasana berbeda dari biasanya,  belum lagi wajah Sang Bunda dililit selendang adat membuat Ia terlihat cantik serupa Bidadari adalah rentetan indah negeri ini yang buatku terkesima dan hanya mengangguk diantara ketidakpercayaan akan makna kata “Ia menciptakan semuanya, indah.” 
Gua Maria Rossa Mistika-Riangbunga


Pantai Lewoawang, Sisi Keindahan Tanpa Jamahan

Dan perjalanan yang kunikmati ini akhirnya terhenti saat telinga dan pandangan mata ini tertuju pada bunyi desiran ombak memukul keperkasaan sang batu yang tersusun rapi di bibir pantai pertanda kutemukan keindahan di sisi lain negeriku di desa Lewoawang, Kecamatan Ilebura. Keindahan tanpa jamahan tangan manusia, menjadikannya murni pantai dengan nilai humanis bergaya lama tanpa ada nuansa moderat. Belum lagi mata ini dimanjakan dengan pemandangan laut lepas yang luas berdampingan dengan ujung daratan pulau Solor dan ditemani onggokan pulau-pulau kecil yang menurut Hans Wain salah satu Anggota Komunitas Wisata Menulis Flotim disebut pulau kambing, pulau suanggi dan pulau besar. Sedang bebatuan di pinggiran pantai tersebut tergeletak seadanya menemani pasir hitam menambah nuansa eksotika pantai Lewoawang. Dan ombaknyapun tak mau berhenti bercerita, dengan gulungan busa putih, berlomba dan saling mengejar menggapai bibir pantai atau sekedar memukul bebatuan guna memperingatkan para pencinta alam untuk berhenti, menyapa dan menikmatinya. Apalagi ditemani rindangnya puluhan pohon kelapa yang menjulang di tepian yang sudah barang tentu membuat nuansa pariwisata pantai Lewoawang menjadi lebih lengkap di ujung akhir perjalanan kami menguak potensi desa menjadi desa destinasi wisata dan memperkenalkannya kepada mereka yang lain. 

 “Jika kelak, Pantai ini dilirik Pemerintah, yang wajib ada adalah lopo-lopo kecil dibawah rimbunan pohon kelapa ini. sehingga lengkaplah wisata ini ” tutur Maksimus Masan Kian, salah satu anggota KWM Flotim di tengah kesibukkan kami menikmati keindahan pantai ditemani kegembiraan anak-anak bermain layangan di bibir pantai. 

Jalan dan Listrik Masih Jadi Prioritas
 

Namun demikian, keindahan pantai Lewoawang seolah menjadi sebuah keniscayaan jika melihat realitas sarana pendukung di wilayah yang masyarakatnya bermayoritas petani mete tersebut. Iya, selain jalan yang masih menjadi sesuatu yang urgen di hampir semua wilayah Flotim, juga masalah listrik yang katanya telah tiga tahun lalu telah dipersiapkan mulai dari penebangan mete dan kelapa milik warga serta digantikannya dengan  pemasangan tiang-tiang jaringan, namun hingga kini belum bisa diinstalasi ke rumah-rumah penduduk. Menurut warga Lewoawang Klara Kesi Uran dan Yuliana Teri Wolo yang kebetulan telah menunggu kami di jalanan aspal berdebu “ Mete yang sementara berbuah milik kami ditebang semua, namun listrik juga tidak tahu menyala-menyala,” kata Klara.
Dan untuk mengatasi persoalan listrik tersebut, tuturnya, masyarakat setempat masih menggunakan pelita sebagai pengganti listrik. Selain itu, masalah lain yang mengemuka dalam percakapan singkat kami tersebut adalah masalah jaringan telekomunikasi yang membuat beberapa warga pengguna handphone misalnya harus berjalan kaki ke desa Lewouran sekedar berbincang atau memberikan kabar kepada keluarga, sahabat dan kenalan mereka. Iya.. fenomena ini bukan untuk mengatakan kepada dunia bahwa mereka harus seperti orang di seberang sana yang mengakabi diri dengan hal-hal kekotaan tapi ini hanya sebagian dari kebutuhan masyarakat yang tentunya penting dan berguna bagi mereka guna menjawabi tuntutan sebagai warga Masyarakat dalam nuansa Kelamaholotan. Seiring perjuangan mengangkat dan memperkenalkan desa Lewouran sebagai sebuah desa destinasi, tentunya masalah-masalah tadi bukan hanya sekedar diketahui oleh para pembaca, syukur juga kalau di antara para pembaca sekalian ada pula yang berasal dari dunia Birokrasi agar menjadi titipan singkat mewakili suara mereka di seberang yang notabene masih mengharapkan perhatian pemerintah dan saya sebagai anak Negeri ini yang menuliskan kisah singkat ini hanya bisa bercerita dari sisi lain kemanusian saya, melukiskan keadaan yang saya lihat, saya dengar dan saya rasakan. Bukan menuntut, bukan juga mau berlaku surut menyalahkan sepihak orang-orang tertentu, tapi ini hanya sebuah reflektif humanis kita yang dikemas dalam nuansa kewisataan menembus perbedaan namun punya tujuan yang sama Mengangkat dan Memperkenalkan Flotim Pada Dunia, Karena Saya, Anda dan Mereka Mencintai Flores Timur.

Biodata penulis:

Nama  : Fransiskus Xaverius Bala Keban
Tinggal di Larantuka
No Hp: 082359259635

 


 
 






Larinya HRS, Bukti Kalau Dia Manusia

    Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan berita soal Habib Rizieq Shihab. Bukan soal pelanggaran protokol kesehatan saat tiba ...