Monday, July 20, 2015

NEGERI PARA KAMBING

Potret Negeriku...Masihkah berharap?



“Jangan mengurus Negeriku setengah hati, jangan pula dengan berat melangkah pada kebenaran jika tidak negeriku tetap akan dibilang Negeri para Kambing”.

Itulah gambaran singkat di Negeriku, Negeri dimana saya dibesarkan dan menjadi tempat saya mencari secuil rupiah di atas piring keringatku, Negeri Lamaholot Flores Timur-Larantuka, yang saban hari tidak lagi dipenuhi langkah kaki para penghuninya tapi juga berjubel binatang peliharaan yang sengaja dilepas tanpa tahu “Gembala”nya. Jalanan yang tadi padat oleh kendaraan seperti ruas jalan utama depan Pasar Inpres Larantuka dan sepanjang wilayah Kambung Baru menjadi menarik ketika diperhadapkan pada fenomena ‘Kambing-kambingan”, yang berlari menyeberang tanpa mampu dikontrol, atau meminjam kata Temanku Hans Wain “Roda Gila”. Iya gila Negeriku kini, membiarkan fenomena ini menjadi cerita tak kenal habis ditengah upaya menghidupkan “Sister City” dan mencemerlangkan agidium Kota Renha.
Impasnya, kecaman demi kecaman meluncur dari mulut para penghuni Negeri ini hingga harus menjadi salah satu berita yang menghiasi kolom salah satu media cetak kebanggaan orang Flores (Flores Pos, edisi Kamis, 28 Mei 2015) yang ditulis salah satu wartawan Flores Pos di Larantuka, Wentho Eliando. Namun lucunya, fenomena ini tidak menjadi sebuah prioritas utama penyelesaian oleh pihak-pihak yang disebut dalam pemberitaan tersebut, seolah menjadi buta dan tuli ketika masyarakat menuntut pemberesaan akan fenomena teranyar ini. Dugaan, dan asumsi ini pun mengemuka di akhlak penulis, bisa jadi fenomena ini masih kalah dengan gaungnya dengan segala persiapan untuk menjadikan kota Larantuka serupa Kota Qurem di Portugal dalam semangat “Sister City” sebagai salah satu point penting mendongkrak kepariwisataan di tanah milik Leluhurku? Apakah Kepariwisataan tersebut harus dengan membangun sejumlah tempat megah atau pun memugar yang lama sedang lingkungan kota sebagai pusat Kota Larantuka dibiarkan begitu saja apalagi terjadi di tempat umum yang menjadi milik pemerintah? Dan bisa dibayangkan jika para pengunjung, yang menyempatkan berkunjung ke Negeri pulang dengan meninggalkan cerita miris yang demikian? Logika sederhana, Hewan saja tidak bisa urus apalagi Masyarakatnya?
Iya. Seingat penulis fenomena ini bukan kali ini saja terjadi atau sejak Wentho Eliando (Wartawan Flores Pos) menelurkan tulisannya, tapi sudah terjadi beberapa tahun belakangan atau dengan kata lain sudah menjadi tradisi yang menjamur di Negeriku ini, tanpa ada upaya penyelesaiannya. Dan apa jadinya jika persoalan ini terus mengapung, dengan kenyataan Pemerintah sedang berjuang membuktikan kepada Ribu Ratu Flotim akan kualitas Negeriku menyongsong perubahan di dunia Pariwisata.
Oleh karenanya, alangkah bijak jika kambing-kambing tanpa tuan tersebut wajib hukumnya dibereskan oleh Pemerintah Daerah melalui Pol PP sebagai perpanjangan sang empunya kebijakan dengan mengantongi Perda tentang tata tertib, dengan terlebih dahulu mengkomunikasikan dengan pihak setempat di mana fenomena ini terjadi, guna menghindari hal-hal yang tidak diinginkan. Dan Komunikasi Antar Budaya menjadi penting di ranah ini sebagai sebuah panasea pemecahan persoalan bersama, walaupun secara budaya kita masih serumpun, rumpun bangsa Lamaholot, tetapi nilai, norma, budaya, cara pandang setiap orang menjadi berbeda sifatnya. Siapapun dia, dengan semua kemanusiannya akan memahami situasi ini, dan akan mengiiyakan jika secara personal kita mampu menyampaikan pesan tersebut secara baik yang dasarnya untuk membangun Lewotana. Jika sudah demikian, layaklah Kota Baru Larantuka diangkat ke permukaan sebagai solusi akan padatnya pembangunan di Negeriku yang menyebabkan luas lahan untuk sekedar mengandangkan binatang saja tidak memungkinkan lagi. Dan Komunitas Wisata Menulis (KWM) Flores Timur dalam setiap diskusinya terus dijejali pemikiran Wentho Eliando (Wartawan Flores Timur) yang bukan hanya sekedar menulis tapi juga mampu memberikan solusi dan, bagi penulis pun dengan acuan pemikiran tersebut pantas menjadi sebuah acuan bagi Pemerintah Daerah dan DPRD Flotim untuk mengembangkan Model kota modern dengan memaksilkan Desa Penyangga Kota atau Lingkar Luar Kota (Lingrot) Larantura sebagai Kota Baru di Larantuka. Iya. Badu, Wailolong, Riangkemie, Mudakeputu dan desa lainnya di sekeliling Gunung Ilemandiri adalah desa-desa yang selama ini dianggap sebelah mata karena mereka seyogianya adalah desa-desa di belakang Gunung yang tertinggal, terluar dan jauh dari perhatian Pemerintah Daerah dan DPRD Flotim. Padahal desa-desa ini jika dilihat dari segi ekonomi, adalah desa-desa penghasil Sumber Daya Alam terbesar di Flotim dan dapat ditempuh dalam perjalanan selama 30 menit lamanya untuk mengintari gunung Ilemandiri. Jangan jauh-jauh, berbalik dan tengoklah mama-mama di pasar inpres Larantuka, kebanyakan berasal dari desa-desa tersebut. Konsepnya pun tidak terlalu rumit jika dibarengi dengan keberanian membuat sesuatu yang bagi Lewotana. Pemerintah melalui dinas terkait harus berani mengidentifikasi segala persoalan dan potensi masing-masing desa, berani menggelontorkan sejumlah dana untuk perbaikan infrastruktur jalan yang belakangan rusak parah dan jika memungkinkan melebarkan ruas jalan yang ada, serta memberi kesempatan kepada pihak luar untuk merencanakan tata ruang kota dan ruang wilayah kota baru tersebut.  Dan akhirnya, Jangan pernah takut, sebelum mencobanya jika tidak kita tidak akan tahu apakah percobaan kita itu gagal ataupun berhasil. Berhenti untuk membiarkan fenomena ini akut semacam penyakit yang sudah tidak memiliki obatnya lagi, dan ketahuilah semua persoalan tentunya punya jalan keluar, terbergantung pada diri kita bijak menyikapinya atau kah tetap menyisahkan cerita Kambing ini pada anak cucu kita nantinya.

*Biodata Penulis :
Tinggal            : Larantuka
Alamat            Email   : engkykeban@gmail.com
Blog                 : arjunkeban@blogspot.com
No Hp             : 082359259635

No comments:

Post a Comment

Larinya HRS, Bukti Kalau Dia Manusia

    Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan berita soal Habib Rizieq Shihab. Bukan soal pelanggaran protokol kesehatan saat tiba ...