Cerita Sunyi Dimulai
Daun mulai berjatuhan menjejali jalan sunyi kota ini. Sedang burung yang diatasnya sedari tadi berkicau tanpa henti seolah mengejekku yang terpaku diam tanpa kata. Seolah menunjukkan kepada dunia ada sunyi lain yang lebih sunyi dari sunyinya kubur tempat para pemilik hidup kembali ke khaliknya.
Pikiranku kosong. Isinya pun sudah tidak bisa dijelaskan, semua hanya masa lalu. Iya masa dimana saya pernah menambatkan hati kering ini pada taman cinta yang basah. Menyentuh akhlakku dengan senyumnya, menenggalamkanku dalam mimpi indahnya bahkan di titik tertentu membuat cahaya hati yang sebelumnya padam, menyala kembali. Iya cahaya cintanya mengajarkanku melupakan banyak hal tentang diriku yang pernah segobloknya mencintai orang hingga bayangnya pun tidak pernah lepas dari ingatanku. Kegagalan masa lalu direngkuhnya dengan cintanya itu, membuatku mengakui bahwa dialah yang terbaik dan menjadi pilihan logis tuk selanjutnya.
"Tidak pernah ada kata putus. Jiwa kita sudah terpaut dalam raga yang haus dalam cinta yang tulus. Dan saya merasakan dunia ini telah menyetujui kita di rumah yang sama. Akan sulit bagiku melupakan apa perjuangan kita,"kata perempuan yang selanjutnya kusebut senjaku itu.
Iya sebutan itu adalah sebuah pengakuanku pada bumi juga pada alam yang mampu menghadirkan perempuan lain selain ibuku yang begitu saya cintai dan hormati. Dia perempuan kedua yang membuatku patuh hingga bertekuk lutut dihadapannya. Bagiku dialah kaki dan tanganku yang selalu membuatku mematahkan ego diri yang terlampau besar. Kemarahanku dapat dengan mudahnya luluh dengan suaranya dari kejauhan, menjadikanku begitu bodoh dalam kata maaf. Begitupun dengan manjanya.
"Argh sudahlah,"gumamku lirih.
Ingin melupakan semua yang indah dan mematikan kenangan itu sekarang namun semuanya terasa berat untuk kulakukan. Semakin aku menenggelamkan kenangan itu ke dasar laut, semakin dia kembali lebih kuat. Bahkan menyeretku kembali ke cerita itu lagi dan lagi sampai aku lupa sudah berapa kali cerita itu harus kuulang lagi.
"Aku menerimamu dalam sederhanamu. Kamu berbeda dan buatku jatuh cinta sampai lupa berapa kali saya gagal. Kamu berbeda,"jawabku kala kuharus dihadapkan pada sebuah ragunya.
Dan itu kuanggap sebagai cerita keyakinan yang mesti dia tanyakan walaupun aku tidak terlalu menyukai hal yang semacam itu. Bagiku saat aku mencintainya aku percaya bahwa cintaku itu jawaban bukan untuk dipertanyakan lagi. Tapi sudahlah, dia wanita, wanita yang juga pernah dikecewakan dan patut untuk dipahami.
Bersambung….
No comments:
Post a Comment