Saturday, October 20, 2012

Kaum muda dan permasalahannya


OPINI


FENOMENA KAUM MUDA DAN BALAP LIAR
(TELAAH KRITIS DALAM PERSPEKTIF SOSIAL-KOMUNIKATIF)


“Janganlah kau seperti remaja sekarang yang pada umumnya lebih sering mengutamakan nakal daripada belajar; Akibatnya. Banyak yang bodoh-bodoh…”

Sebuah petikan syair lagu Doel Sumbang di atas bukanlah sebuah hayalan belaka yang timbul dari mimpi semalam namun secara implicit memiliki makna reflektif, bagi kita yang menamakan diri  sebagai remaja. Doel Sumbang secara terang-terangan mengkritik kaum muda kita yang tidak lagi menjadi Agent of change dan agent of developmentnya masyarakat dengan pemikiran yang kritis, sistematis dan logis namun muncul sebagai perusak tatanan sosial yang ada. Demonstrasi anarkis, perkelahian, narkoba, dan balapan liar yang sedang menjadi perbincangan hangat setiap orang  adalah sederet catatan kelam dalam lembar kehidupan kita sebagai kaum muda yang membuat Si Doel sang penyair, saya, anda, dan mereka mengetok palu mosi tak percaya terhadap kaum muda. Namun bukan berarti kita kemudian menutup mata sekedar mencuci tangan akan fenomena pelik ini yang jika dibiarkan akan menjadi penyakit sosial yang tak pernah dan tak akan habis untuk tanggulangi ini. Penulis pun merasa perlu memberikan sedikit sumbangsih pemikiran sebagai bentuk tanggung  jawab terhadap keberlangsungan dan eksistensi kaum muda.
Kaum muda seturut Kamus Besar Bahasa Indonesia diartikan sebagai orang yang belum cukup umur, namun pengertian ini pun menjadi rancu ketika tidak ada batasan umur untuk membedakan kaum muda dengan kaum lainnya maka penulis pun kemudian secara gamblang menentukan batasan sendiri yang lazim digunakan oleh kebanyakan orang untuk menyebut kaum muda yakni dari umur 18-21 tahun. Kisaran umur yang demikianlah yang kadang membuat kita kerap menyebut kaum muda sebagai kaum transisi yang bergerak dari periode pertumbuhan pubertas dan kematangan atau dengan kata lain sedang mencari identitas diri mereka seturut Erik H. Erikson. Masa ini juga menuntut kaum muda untuk terjun bebas dalam riak kenakalan remaja yang lahir dari “Strum (dorongan) und Drag (keinginan)” demi memperoleh nilai-nilai yang bakal menjadi pegangan dan pandangan hidupnya tanpa sedikitpun memilah yang benar dan yang salah. Dan tidaklah mengherankan, jika mereka penuh dengan “power of life” yang akhirnya dicap sebagai pengganggu stabilitas umum. Sebagai sebuah trend yang lazim, balap motor pun lahir sebagai sebuah keharusan dalam melanggengkan interaksi dan masa untuk mengenal orang lain. Fenomena ini pun layak mendapat sorotan tajam ketika kaum muda salah menempatkan posisi balap motor yang seyogianya memiliki regulasi paten dan memiliki organisasi formal yakni Federation Internatiole de Motorcyclisme(FIM) yang menanngui setiap kegiatan olahraga balap motor dan menjadikan balap motor sebagai hiburan  sampai melupakan tugas pokok mereka sebagai pemegang tonggak estafet pembangunan Negeri ini. Tak jarang juga hiburan yang diamini kaum muda sekedar untuk membenarkan dorongan hati mereka ini kemudian berdampak buruk bukan semata secara pribadi saja tapi lebih dari itu membawa dampak yang secara gradual melintasi area masyarakat yang dikenal amat mengagungkan ketentraman dan keamanan public,yang secara sadar atau tidak telah dilanggar oleh kaum muda secara radikal memacu kendaraan mereka tanpa batas. Lebih parah lagi, kendaraan(baca:Motor) dipermak habis sampai harus memasang knalpot racing sebagai bentuk lain kehadiran mereka dalam dunia yang penuh embel-embel globalisasi ini. Sudah begitu sejumput pertanyaan besar pun muncul dibenak kita, Siapa yang harus bertanggung jawab dengan situasi yang sedang menukik ini dan mengantar kaum muda kita selangkah lebih maju ke ambang kehancuran? Apakah saya, anda dan mereka(baca:Masyarakat)? Mungkin juga dan mungkin juga tidak demikian. Yang pasti bahwa ada beberapa pihak yang punya kewajiban ekstra dalam memberdayakan kaum muda kita yakni:
1.      Keluarga
Sebagai pembagi nilai budaya atau sekolah pertama yang paling primordial dalam diri kaum muda, sudah selayaknya keluarga memiliki tugas yang tidak mudah. Kaum muda dalam keseluruhan hidupnya tidak terlepas dari keluarganya, dengan kata lain setiap gerak-gerik, tingkah lakunya dalam masyarakat publik merupakan representasi keluarga yang membesarkannya. Nilai, norma, dan tata kelakuan yang merupakan sebagian kecil aspek sosial yang diturunkan kepada kaum muda seharusnya bisa diserapi secara baik. Namun pada kenyataannya hal demikian tidak selamanya menjamin untuk membentuk karakter diri kaum muda hal ini tidak lain dikarenakan kondisi yang tidak kondusif yang sering terjadi dalam keluarga seperti Broken Home dan kesibukkan kerja yang tak jarang membuat kaum muda merasa dirinya tersisih dan mau tidak mau mencari sesuatu yang lain diluar keluarga yang mampu memberikannya sedikit senyuman dan kegembiraan. Sudah begitu, keluarga seharusnya bisa menjadi mutiara yang gemerlap bagi kaum muda dalam proses pembentukan diri dengan menyediakan sedikit waktu untuk ada bersama(esse co esse) dan saling berkomunikasi guna meminimalisir tingkat kenakalan pada kaum muda seperti balapan.
2.      Sekolah
Sebagai pembagi nilai budaya yang formal, sekolah diharapkan memilki kompetensi dalam menyediakan fasilitas memadai bagi kaum muda dalam pengembangan diri bukan sekedar untuk hiburan namun lebih dari itu memberikan nilai lain yang tidak diajarkan dalam keluarga misalnya kerjasama tim sebagai proses mengenal orang lain lewat kegiatan ekstrakulikuler (Sendra tari,Drama,Pencinta ,dll).
3.      Masyarakat
Kaum muda dalam proses pengenalan diri dan pembentukan diri tidak pernah lepas dari masyarakat. Masyarakat menjadi wahana bagi kaum muda untuk mengenal dunia diluar dirinya yang kadang membuat dia berada pada posisi tawar, dimana nilai pembentukan diri dilegitimasi secara radikal oleh masyarakat dengan berbagai tipikal orang yang saling berinteraksi di dalamnya. Dalam masyarakat ini pula kaum muda menemukan mereka yang lain(Kelompok bermain) yang sama-sama berada dalam situasi 50:50. Secara implicit masyarakat juga kerap membekali diri kaum muda untuk meniru pola tingkah laku masyarakat yang lazim terjadi tanpa melihat psikologi kaum muda yang sarat akan tindakan untuk meniru perilaku orang lain. Sudah begitu, masyarakat harusnya memberikan nilai ,norma yang baik kepada kaum muda sebagai bagian integrasi masyarakat menuju bonum commune yang kita inginkan.
4.      Pemerintah
Sebagai bentuk tanggung jawab terhadap kaum muda, pemerintah pun tak boleh menyepelehkan fenomena ini dan berusaha lari dari kenyataan pahit ini. Pemerintah sebagai penggagas regulasi pada umumnya harus lihai melihat hal ini dan merumuskan segera regulasi guna membatasi ruang gerak kaum muda sehingga meredam gejolak kemudaan mereka sehingga mereka tidak keluar dari koridor yang ada. Memang pemerintah dalam hal ini pihak kepolisian telah menunjukkan tanda ketegasan mereka dengan mengamankan kaum muda yang menggunakan knalpot racing namun yang ditakutkan adalah budaya uang yang kerap membuat kaum muda luput dari lubang jarum kesalahan.
            Fenomena ini akan semakin akut dalam deraan waktu,jika kita semua membiarkannya langgeng tanpa berusaha mencegahnya terlebih dahulu. Kita bisa menolak untuk mengatasinya, namun dampak ini bukan sekedar muncul saat ini saja tapi di hari mendatang. Jangan sampai anak,cucu kita pun terjebak dalam lingkupan fenomena dan menjadikan mereka sebagai manusia baru perusak Bangsa dan Negara,serta mengamini idelisme kaum muda:”Hanya air yang mengalir bakal merupakan air yang bersih. Kolam yang tenang, tetapi keruh, apalah gunanya.”

No comments:

Post a Comment

Larinya HRS, Bukti Kalau Dia Manusia

    Jagat media sosial kembali dihebohkan dengan berita soal Habib Rizieq Shihab. Bukan soal pelanggaran protokol kesehatan saat tiba ...